Perilaku Sayang Rasulullah SAW Pada Anak
Ibnu Umar pernah datang kepada Aisyah RA dan berkata,
“Izinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara
paling mempesona dari semua yang pernah engkau saksikan pada diri Nabi.”
‘Aisyah menarik nafas panjang. Kemudian dengan terisak menahan
tangis, ia berkata dengan suara lirih, “Kaana kullu amrihi ‘ajaba. Ah,
semua perilakunya menakjubkan bagiku.”
Ibnu Katsir menukil peristiwa ini ketika menafsirkan surat ‘Ali Imran
ayat 190-191. Ada yang menjadi tanda-tanya bagi kita sesudah membaca
kisah ini. Jika ‘Aisyah berkata, “Kaana kullu amrihi ‘ajaba. Ah, semua
perilakunya menakjubkan bagiku.”; Sku tidak tahu apakah yang akan
diucapkan oleh istri kita jika suaminya ditakdirkan meninggal lebih
dulu. Saya juga tidak tahu apakah yang akan diucapkan oleh anak-anak
kita tentang orangtuanya.
Semuanya terpulang kepada kita. Apakah kita mau mencoba untuk menjadi
bapak dan suami yang lebih menyejukkan hati –meski harus gagal
berkali-kali—ataukah kita merasa telah cukup mulia dengan perhatian kita
yang tak seberapa.
Banyak para bapak enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang
sedang meneteskan airmata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri,
meski cuma sekali, untuk membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya
karena mereka merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang yang tak
seberapa.
Mereka ingin dihormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan
jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada
bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadi bapak yang disegani, tetapi
dengan cara membangkitkan ketakutan. Padahal Rasulullah Saw. sering
mencium putrinya, Fathimatuz Zahra. Bahkan ketika putrinya telah
beranjak dewasa.
Berikut ini teladan dari Junjungan Kita SAW :
Aisyah r.a.: Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw. sambil
berkata, “Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami tidak pernah mencium
mereka.” Nabi Saw. menjawab, “Apa dayaku apabila Tuhan telah mencabut
kasih-sayang dari hatimu.” (HR. Bukhari).
Nabi Saw. mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah
Saw. menggendong cucunya, Umamah binti Abi Al-Ash, ketika sedang shalat.
Jika rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah
diangkat kembali.
Pernah juga Rasulullah Saw. bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang
lain,Hasan dan Husain. Ketika Rasulullah Saw. sedang merangkak di atas
tanah,sementara kedua cucunya berada di punggungnya, Umar datang lalu
berkata,“Hai Anak, alangkah indah tungganganmu.” Rasulullah Saw.
menjawab,“Alangkah indahnya para penunggangnya!”
Tak jarang Rasulullah Saw. menghadapi anak-anak dengan sikap melucu.
Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw. jongkok di hadapan
mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendo’akan mereka. Begitu
hadis riwayat Ath-Thusi menceritakan.
Sementara Usamah bin Zaid memberi kesaksian, “(Sewaktu aku masih
kecil ) Rasulullah Saw. pernah mengambil aku untuk didudukkan pada
pahanya, sedangkan Hasan didudukkan pada paha beliau yang satunya,
kemudian kami berdua didekapnya, seraya berdo’a, “Ya Allah,kasihanilah
keduanya, karena aku telah mengasihi keduanya.” (HR. Bukhari).
Abu Hurairah ra pernah menceritakan: “Rasulullah saw pernah
menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali ra. Iapun melihat
merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang
gembira.
Pernah Beliau sholat sambil menggendong Umamah putri Zaenab binti
Rasulullah saw dari suaminya yang bernama Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’. Pada
saat berdiri, beliau menggendongnya dan ketika sujud, beliau
meletakkannya. (Muttafaq ‘alaih)
Kisah tentang Rasulullah Saw. bersama anak adalah kisah tentang
kasih-sayang. Ia memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak.
Karena anak pula, Rasulullah Saw. pernah bersujud sangat lama. Begitu
lamanya Rasulullah Saw. bersujud sampai-sampai para sahabat mengira
Rasulullah Saw. sedang menerima wahyu dari Allah ‘Azza wa Jalla. Padahal
yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu yang menaiki punggungnya.
Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Cintailah
anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka,
tepatilah. sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi
mereka rezeki.” (HR. Ath-Thahawi).
Air mata Nabi Muhammad saw menetes disebabkan kematian putra beliau
bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf ra bertanya kepada beliau: “Apakah
Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Wahai
Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan
air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun
kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Ta’ala. Sungguh, kami
sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari)
Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah,
namun Nabi Muhammad saw tidaklah marah, memukul, membentak, dan
menghardik mereka. Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap
tenang dalam menghadapi mereka.
Hari ini, ketika kita mengaku sebagai ummat Muhammad, apakah yang
sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah kita telah mengusap
kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw. melakukan? Apakah kita
juga telah mengecup kening anak-anak kita yang sangat rindu
kasih-sayang bapaknya?
Ataukah kita seperti Aqra’ bin Habis At-Tamimi yang tak pernah
mencium anaknya, sehingga Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari).
Kita ingin disayangi oleh anak-anak kita ketika usianya telah tua,
tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih-sayang. Kita ingin
dirindukan oleh anak-anaknya di saat renta, tetapi tak pernah punya
waktu untuk tertawa bersama. Banyak yang merasa, kerja sehari telah
cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan
anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak
tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.
Astaghfirullahal ‘adzim. Alangkah sering kita merasa suci, padahal
tak satu pun perilaku Nabi Saw kepada anak atau istri yang sanggup kita
contoh.